Clostridium chauvoei



Clostridium chauvoei

A. morfologi Clostridium chauvoei
Clostridium chauvoei dengan nama lainnya adalah Clostridium faseri adalah bakteri gram positif yang dapat bergerak dan bersifat anaerob, clostridium chauvoei ini merupakan penyebab utama penyakit blackleg atau radang paha yang menyerang hewan ruminansia yaitu domba, sapi dan kadang -kadang kambing, babi dan rusa bersifat akut dengan tanda khas terjadinya kebengkakan serohaemorhagik disertai kripitasi dari otot – otot tebal terutama otot paha yang ditandai dengan gangrene otot dan miositis emphysematosa, Clostridium Chauvoei bisa membentuk spora sehingga tahan terhadap pengaruh fisisk maupun kimiawi (Walker, P.D. 1990). selain clostridium chauvoei, radang paha juga disebabkan oleh clostridium septicum miskipun kejadiannya langka.
Kejadian penyakit kebanyakan terjadi dalam waktu yang pendek secara spontan dan penderita jarang yang mengalami kesembuhan. Radang paha atau blackleg pada sapi berakibat kepincangan dan radang yang hebat pada bagian paha, Kejadian penyakit radang paha di Indonesia pertama sekali dilaporkan di Subang pada tahun 1907, pada waktu itu dilaporkan 30 ekor sapi menunjukan gejala pincang dan mati secara tiba-tiba. Berdasarkan kejadian penyakit radang paha bersifat endemik antara lain di Yogjakarta, Surakarta, Madiun, dan beberapa daerah di jawa Timur. Penularan penyakit terjadi melalui spora yang termakan oleh hewan dan biasanya menyerang sapi muda umur 8-18 bulan (Anonimous, 2007).
B.  EPIDEMIOLOGI
Clostridium chauvoei dapat bertahan di dalam tanah, sehingga penyakit blackleg dikenal sebagai penyakit tanah dan tidak menular secara kontak Penyakit radang paha biasanya ditemukan pada sapi yang berumur 6-18 bulan, meskipun kadang-kadang juga ditemukan pada hewan-hewan yang lebih tua. Jarang menyerang pedet karena pada pedet sudah terdapat imun yang mungkin disebabkan karena adanya imunisasi pasif yang berasal dari induknya.
            Hewan ternak yang rentan terhadap penyakit radang paha adalah sapi dan domba, sedangkan kerbau meskipun rentan tetapi secara alamiah jarang terkena. Saelain itu kejadian penyakit ini pada kambing, rusa, kuda dan babi pernah dilaporkan. Hewan percobaan yang rentan adalah marmot dan hamster, sedangkan untuk menimbulkan infeksi pada kelinci diperlukan dosis yang tinggi, Pada domba dapat terjadi pada semua umur, sedangkan pada sapi terutama pada umur 6 bulan sampai 2 tahun.
Radang paha biasanya merupakan penyakit yang ditemukan padang pengembalaan, meskipun kadang-kadang juga terdapat pada hewan muda yang bebas di dalam kandang. Padang pengenmbalaan di daerah hilir sungai sering membahayakan ternak-ternak. Biasanya sering terjadi setelah banjir. Di Indonesia setidaknya di pulau Jawa, kejadian penyakit radang paha pada sapi sering ditemukan terutama pada tahun 1960.
C.    PATOGENESA
Pada domba yang mengalami infeksi biasanya tertular melalui luka-luka yang terdapat di kulit, sedangkan pada sapi bisanya tanpa melalui luka. Sapi sehat dapat membebaskan spora kuman secara laten tanpa mampu menghasilkan kekebalan dalam jaringan. Lesi yang terdapat pada jaringan lunak dibawah kulit biasanya ditemukan tanpa diikuti kerusakan pada kulitnya sendiri.
Luka trauma pada jaringan subkutis dan otot mungkin menyebabkan terjadinya pendarahan yang akan mampu mengakibatkan penurunan potensi reduktasi-oksidasi dari jaringan. Selanjutnya, akan merangsang terjadinya perubahan spora yang awalnya tenang menjadi kuman yang agresif menghasilkan toksin dan mampu berkembang biak dengan cepat (Subronto, 2003).
D. GEJALA KLINIS
Pada awalnya hewan tidak menunjukan gejala - gejala yang nampak untuk diamati, dan menyebabkan kematian terutama pada hewan di padang pengembalaan. Ada juga yang menunjukan gejala-gejala seperti demam tinggi, kurang nafsu makan, depresi, demam tinggi, pernafasan meningkat, hewan terdengar mendengkur dengan gigi gemertak, kepincangan dan diikuti oleh pembengkakan yang muncul dari dalam otot seperti pinggul, panggul, dada atau bahu kaki, leher, punggung atau di tempat lain. Bagian yang mengalami pembengkakan menyebar dan mempunyai konsistensi yang lembek, menghasilkan karakteristik yang berderak apabila ditekan dengan tangan hal ini desebabkan oleh adanya gas dibawah kulit (Anonimous, 2007).
Kematian terjadi mendadak antara 1-2 hari setelah timbul gejala serta dapat terjadi pendarahan pada hidung dan anus hewan yang mati karena radang paha dilarang dipotong untuk dikonsumsi dagingnya.
E.  DIAGNOSA
            Peneguhan diagnose dapat dilakukan secara FAT menggunakan specimen berupa usapan jaringan dari lesi yang dicurigai , deteksi antigen dengan cara ini mempunyai akurasi tinggi dan dapat dilakukan dalam tempo singkat. Anti serum dari jenis hewan yang terserang yang di label dengan fluorescein dapat diperoleh secara komersial (Anonimous, 2006).
            Isolasi bakteri clostridium chauvoei dapat dilakukan dari potongan jaringan yang dicurigai dan dibiakkan pada agar darah dalam suasana anaerobic. Apabila ditemukan koloni yang dicurigai, dilanjutkan dengan pemupukan dalam media thioglycolate dan cooked meat medium. Sebagian dari potongan jaringan dapat disuspensikan dalam broth untuk mengisolasi hewan percobaan (marmot), inokulasi dilakukan pada kaki belakang, apabila terlihat adanya infeksi atau marmot mati dibuat preparat usap dari hati atau otot untuk pemeriksaan mikroskopis dan dipupuk pada agar darah secara anaerobic. Koloni yang dicurigai dipupuk pada media thioglycolate dan cooked meat medium (Subronto, 1995).
Diferensial diagnose untuk penyakit blackleg ini adalah penyakit antraks, Pemeriksaan sediaan ulas darah secara cepat dapat membedakan dengan penyakit antraks.
F.  PENGENDALIAN
Usaha pengobatan untuk penyakit ini kurang menguntungkan. Maka hanya dapat dilakukan pengendalian seperti:
1. Memindahkan hewan dari padan rumput ke kandang yang lebih kecil dan aman sehingga mereka dapat diamati secara teliti.
2. Vaksinasinasi, sapi divaksin pada tahun untuk ternak umur 6 bulan sampai 3 tahun
3. Pengobatan hewan sakit dapat dilakukan dengan suntikan penisilin dosis tinggi. Bangkai dimusnahkan, kandang serta peralatan disucihamakan dengan desinfektan (Anton, 2004) 
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2004. Guide to Good Dairy Farming Practice 2004. A joint publication of the International Dairy Federation and the Food and Agriculture Organization of the United Nations Rome, January 2004
Anonimus, 2006. Statistik Pertanian 2006, Pusat Data dan Informasi Deptan, Deptan.
Anonimus, 2007. http://www.depkop.go.id/sipp-kukm/
Anton, A. 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009, Departemen Pertanian
Floyd, James G., Jr., 1994. Blackleg and Other Clostridial Diseases in Cattle. Alabama Cooperative Extension System. ANR-0888. Auburn, Alabama.
Smith, Bradford. 1996. Large Animal Internal Medicine. pg. 1507-1509. Saint Louis. Mosby-Year Book, Inc.
Subronto, 1995. Ilmu penyakit ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subronto . 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) I. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Texas Agriculture Extension Service. Blackleg and Clostridial Diseases. The Texas A&M University system. BCM-31A. collage Station, texas.
Walker, P.D. (1990). Clostridium dalam diagnostic Procedures in Veternary Bacteriology and Mycology. Editor: Carter, G.R, dan Cole Jr, J.R. Academic Press Inc. Harcourt Brace Jovanovich, Publishers, hal 229-251.

Comments

Popular posts from this blog

PROSES PEMBUATAN KECAP contoh BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL

Dampak Positif dan Negatif Kloning

Pengalaman Kerja Pertama