DISTEMPER (Canin Distemper)



DISTEMPER (Canin Distemper)

1.   Pendahuluan
Canine Distemper merupakan  salah satu penyakit penting pada anjing yang dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Tingkat kematian akibat Canine distemper pada anjing menempati urutan kedua setelah rabies (Deem et al. 2000).
   CDV ini menginfeksi hewan yang lingkupnya luas. Disamping anjing, anggota lain Canidae (mis. fox, anjing hutan, serigala), Mustelidae (mis. musang, cerpelai, sigung, luwak), dan Procyonidae (mis. rakun, panda) rentan untuk terinfeksi CDV. Selain itu juga pernah dilaporkan pada Felidae (singa, harimau). Belum ada bukti virus ini menginfeksi manusia. (Hirsh et al, 1999)
   Penyakit distemper lain yang sampai saat ini belum banyak dipahami ilmuwan adalah phocine distemper. Pochine distemper adalah penyakit infeksi pada anjing laut dan hampir mirip dengan canine distemper. Penyakit ini memiliki tingkat mortalitas tinggi dan disebabkan oleh phocine distemper virus (PDV), sebuah morbillivirus. Virus ini secara antigenik berhubungan dengan canine distemper virus (CDV) penyebab canine distemper. Studi dalam mendeteksi RNA viral phocine distemper pada jaringan anjing laut menggunakan hibridisasi dan PCR uji amplifikasi mengindikasikan bahwa PDV secara genetik berbeda dengan CDV. Ada bukti juga bahwa morbillivirus dolfin dan ikan lumba-lumba secara genetis berbeda dengan PDV. Patogenesis dan epidemiologi phorcine distemper tidak dipahami dengan baik sampai saat ini. (Hirsh et al, 1999)
2.   Replikasi virus Distemper
Canine Distemper Virus merupakan virus RNA, berbentuk doble helix dan  beramplop, virus ini sedikit labil.
            Infeksi virus distemper umumnya terjadi melalui saluran pernafasan oronasal. Virus distemper masuk dalam tubuh melalui aerosol berupa droplet yang masuk kedalam saluran pernafasan. Dari udara, canine distemper virus kemudian akan berkontak dengan bagian epitel pada sistem respirasi bagian atas. Dari cavum nasi, faring dan paru-paru, magrofag akan membawa virus ke limponodus lokal. Canine distemper virus paling pertama akan bereplikasi dalam magrofag dan monosit kemudian menyebar ke sel-sel limfatik lokal yaitu tonsil dan limfonodus peribronkhial (Beineke et al. 2009).
CDV memiliki genom berupa dua untai tunggal RNA yang identik dan tahap replikasinya adalah sebagai berikut :
  1. Setelah glikoprotein pada bagian luar selubung CDV berinteraksi dengan protein spesifik pada membrane makrofag, selubung tersebut secara langsung akan bergabung dengan membran plasma makrofag, sehingga nukleokapsid CDV dapat bergabung dengan sitoplasma makrofag.
  2. Dengan bantuan enzim reverse transkriptase yang dimiliki oleh CDV, RNA untai tunggal akan diubah menjadi DNA untai ganda.
  3. DNA yang dihasilkan dari RNA virus tersebut akan bergabung dengan DNA pada inti sel inang(inti sel makrofag).
  4. DNA virus yang telah berintegrasi dengan DNA sel makrofag akan ikut mengalami transkripsi dan terekspresi
  5. Hasil ekspresi akan membentuk virion-virion baru dan akhirnya keluar dari makrofag.
Selanjutnya jumlah virus akan meningkat secara signifikan karena adanya replikasi virus. Virus ini kemudian disebarkan keseluruh tubuh melalui peredaran darah (terjadinya viremia). Virus bermultipikasi didalam folikel limfoid limpa, lamina propria lambung dan usus halus, limfonodus mesenterika dan sel kuppfer hati. Akibatnya secara klinis terjadi peningkatan suhu tubuh dan leukopenia. Leukopenis disebbakan oleh adanya infeksi virus pada oragan-oragan limforetikular  sehingga menyebabkan adanya kerusakan pada sel T dan sel B. Penyebaran virus oleh darah biasanya terjadi pada hari ke 8 – 9 setelah terinfeksi. (Deem et al. 2000)
3.      Patogenesa
Virus distemper anjing terutama ditularkan secara aerosol dan droplet infektif yang berasal dari sekresi tubuh hewan penderita sehingga infeksi menyebar sangat cepat diantara anak-anak anjing yang peka. Gambaran umum yang ditimbulkan oleh virus ini adalah suatu keadaan tertekannya kekebalan (imunosupresif).Tertekannya kekebalan karena terjadinya replikasi virus di dalam jaringan limfoid selama masa inkubasi. Gejala-gejala yang khas distemper akut biasanya muncul bila anjing penderita distemper berhasil menekan kekebalan anjing terinfeksi tersebut. Infeksi tambahan oleh bakteri sebagai akibat telah tertekannya kekebalan anjing kerap mendorong munculnya sejumlah gejala klinis yang menyertai distemper. Disamping itu infeksi bakteri juga akan memperbesar tingkat mortalitas. Selain terjadinya infeksi tambahan oleh bakteri, kejadian toksoplasmosis, koksidiosis, enteritis viral dan infeksi mikoplasma yang bersamaan dengan infeksi distemper akan memperparah akibat penekanan system kekebalan pada anjing penderita.
4.               Gejala Klinis 
           Masa inkubasi sampai munculnya gejala klinis distemper akut biasanya 14-18 hari. Setelah anjing terpapar dan terinfeksi, akan terjadi demam singkat dan leucopenia yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-7 tanpa munculnya gejala klinis. Suhu tubuh akan kembali normal pada hari ke-7 dan ke-14, setelah itu suhu tubuh akan naik untuk kedua kalinya disertai konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, anoreksia, dehidrasi dan penurunan berat badan.
  Leleran okulonasal yang mukopurulen dan pneumonia sering terjadi sebagai akibat infeksi ikutan oleh bakteri. Kuman Bordetella bronchiseptica umum ditemukan pada anjing distemper. Tutul-tutul kemerahan pada kuliit yang kemudian berkembang menjadi pustule bisa ditemukan, khususnya pada abdomen.
Tingkat kepaarahan akut di tandai dengan adanya gangguan ensefalitis, gejala-gejala terjadinya ensefalitis bisa muncul dengan beragam bentuk. Mioklonus atau mengerejatnya otot tanpa dikendali anjing tampak mendadak seperti mengunyah permen karet, ataksia, inkoordinasi, berpusing-pusing, hyperesthesia, kekakuan pada otot, selalu merasa ketakutan dan kebutaan menjadi gejala-gejala syaraf yang paling umum dijumpai pada penderita distemper.
Selain distemper menyebabkan ensefalitis akut dan subakut, distemper juga menimbulkan bentuk ensefalitis kronis dengan gejala meliputi inkoordinasi, kelemahan kaki belakang, matanya tidak tanggap terhadap suatu ancaman benda baik unilateral maupun bilateral, kedudukan kepala miring, nistagmus, paralisis wajah, tremor kepala tanpa disertai mioklonus. Bentuk lain ensefalitis kronis adalah “old dog encephalitis” dengan gejala klinis gangguan penglihatan dan kurang tanggapnya mata terhadap ancaman suatu benda secara bilateral.
5.   Diagnosa
        Diagnosa distemper akut dan subakut biasanya berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis. Pemeriksaan oftalmoskopik bisa melacak terjadinya chorioretinitis dengan daerah degenerasi berwarna abu-abu sampai merah muda pada tapetum atau fundus nontapetum dalam suatu kejadian penyakit yang akut.Suatu diagnosa pasti yang dibuat dengan melacak keberadaan virus distemper pada sel-sel epitel dengan pemeriksaan zat kebal berpendar (fluorescent antibody) atau dengan mengisolasi virus.
6.                     Pencegahan dan Pengobatan
Obat-obat antivirus atau bahan-bahan kemoterapetika yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan yang spesifik untuk anjing distemper hingga kini belum tersedia dikarenakan CDV merupakan virus dengan materi genetic RNA yang mudah bermutasi. Antibiotik spektrum luas bisa diberikan untuk mengendalikan infeksi bakteri tambahan, disamping pemberian cairan elektrolit, vitamin B dan suplementasi nutrisi untuk suatu terapi suportif., Selain itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan distemper.
Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live virus) secara intravena memberikan hasil yang baik  .
           Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini.     
           Dengan vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari 95 % di atas usia 13 minggu. Vaksinasi diberikan pada anjing saat berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4 minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap vaksinasi ulangan (booster).














Lampiran
Gbr:anjing yang terkena distemper awalnya akan terlihat lesu, malas, anoreksia dan mata belakan.
Gbr : tes kit, adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi infeksi oleh virus distemper.


Comments

Popular posts from this blog

PROSES PEMBUATAN KECAP contoh BIOTEKNOLOGI KONVENSIONAL

Dampak Positif dan Negatif Kloning

Pengalaman Kerja Pertama